Rabu, 25 Mei 2011

Pendidikan Nilai Sosial dan Budaya bagi kader dalam keluarga kader dan lingkungan Sekolah karakter


Dalam beberapa waktu terakhir ini gencar sekali yang namanya pendidikan  karakter, hal ini pun seringkali didengungkan oleh presisden Republik Indonesia Bapa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perlunya pengembangan karakter peserta didik disetiap sekolah, yang menjadi dasar acuan nya pun dibebaskan bergantung pada kebijakan sekolah, ada yang berbasis agama, karakter kebangsaan, alam dan militer merupakan sebagian contoh sekolah karakter yang dikembangkan di Indonesia. Dan beberapa pengamat dan praktisi pendidikan pun sependapat mendengungkan tidak hanya kecerdasan kognitif saja (IQ) yang dapat kembali membangun bangsa Indonesia tetapi kecerdasan emosional pun (EQ dan ditunjang SQ yang kuat) yang dapat membangun jati diri bangsa Indonesia. Maka dari itu banyak sekolah yang mulai konsisten dengan program ini membangun pendidikan yang berkarakter melalui tatanan nilai sosial dan budaya yang dibangun disekolah nya masing-masing. Pendidikan karakter ini makin diminati karena berdasaarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan umum dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Jadi dari penelitian ini diungkapkan bahwa kesuksesan hanya 20 persen dari hardskill dan 80 persen untuk soft skill.
 Pendidikan nilai sosial budaya (PNSB) dalam keluarga dan lingkungan sekolah memiliki peranan penting dalam upaya pengembangan kepribadian anak, sebagaimana dikatakan Hasan (1996) bahwa pendidikan ilmu-ilmu sosial bertanggung jawab untuk mengembangkan sikap, nilai, dan moral pada diri anak. PNSB dalam keluarga dan lingkungan suatu masyarakat dapat mengembangkan sikap positif anak terhadap berbagai tradisi, nilai, dan moral yang dianut oleh masyarakatnya.
Lee (2000) mendefinisikan nilai sosial sebagai standar perilaku dalam masyarakat, sedangkan Raven (1977) mengatakan bahwa nilai-nilai sosial merupakan seperangkat sikap masyarakat yang dihargai sebagai suatu kebenaran dan dijadikan standar untuk bertingkah laku sehingga mereka dapat hidup secara demokratis dan harmonis. Raven mengelompokkan nilai sosial ke dalam tiga kelompok: (1) cinta mencakup dedikasi, tolong menolong, kekeluargaan, solidaritas, dan simpati. Tanggung jawab mencakup rasa memiliki, disiplin, dan empati. Kehidupan harmonis mencakup keadilan, toleransi, kerjasama, dan demokrasi. Kedua pendapat tersebut mengakui bahwa nilai sosial budaya dalam keluarga dan lingkungan masyarakatnya hidup dalam suasana yang harmonis, kasih sayang, dan bertanggung jawab. Pewarisan nilai-nilai sosial budaya ini terjadi apabila nilai-nilai itu sudah terinternalisasi. Internalisasi menurut Narwoko (2006) adalah sebuah proses yang dilakukan oleh pihak yang tengah menerima proses sosialiasi. Nilai-nilai sosial budaya yang sudah terwariskan dalam diri seorang anak pada masa kecilnya akan terekam dengan baik dalam memori anak sampai masa tuanya. Yang menjadi harapan dengan berkembangnya sekolah karakter ini nilai-nilai yang sudah diberikan oleh keluarga dan sekolah akan menjadi pranata sosial bagi dirinya sendiri, yang membatasi diri nya jika akan melakukan hal yang meyimpang dengan tatanan sosial yang ada.
Penyebaran nilai sosisal budaya dapat terjadi apabila seorang anak menerima kebudayaan golongannya dari kehidupan sehari-hari. Proses penyebaran nilai-nilai sosial budaya dilakukan melalui sosialisasi. Shadily (1993) mengatakan bahwa sosialisasi merupakan suatu proses dimana seseorang mulai menerima dan menyesuaikan diri  kepada adat istiadat suatu golongan, lambat laun ia akan merasa dirinya sebagai bagian dari golongan itu. Proses ini terjadi pada seseorang dalam kehidupan masyarakat, yang biasa terjadi dilingkungan masyarakat perkotaan. Proses penyebaran nilai-nilai sosial telah terisolasi dapat menyebabkan anak secara bertahap mengenal persyaratan dan tuntutan hidup budaya masyarakatnya. Maka ketika anak dikondisikan berada dilingkunagn yang baik ia akan menyesuaikan dengan lingkungan tersebut dan menilai serta menggolongkan dirinya sebagai golongan tersebut, (dapat secara status sosial) begitupun sebaliknya ketika masuk dilingkungan buruk anak pun mulai mencitrakan dirinya sebagai bagian dari kelompok tersebut. Proses tersebut merupakan suatu mekanisme untuk menanamkan norma dan nilai dalam kehidupan manusia. Hal ini berarti bahwa manusia membuat nilai-nilai sosial agar menjadi miliknya yang diperoleh dengan cara belajar. Maka dari itu disinilah penting nya sekolah karakter dengan pembiasaan- pembiasaan dimulai dari keluarga dan budaya yang diterapkan sekolah secara sinergis bersama-sama menerapkan nilai-nilai sosial karena dengan pembiasaan secara terus menerus dengan pengawasan yang berkelanjutan dan apresisasi terhadap si anak atau peserta didik , diharapkan akan tertanam dan berkembang dilingkungan masyarakat.
Konstruksi nilai sosisal budaya tidak terlepas dari lingkungan tempat hidup seseorang, disamping ditentukan pula oleh keadaan dirinya masing-masing Stanger (1984) mengatakan bahwa sikap dan nilai merupakan hasil interaksi antara individu dengan lingkungannnya dan interaksi manusia dengan manusia lainnya.
Fraenkel dalam Sjarkawi (2006) mengungkapkan sejumlah cara untuk mengkonstruksi nilai pada seorang anak yaitu: (1) Mengusahakan agar anak mengenal dan menerima nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan, mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian dan menerapkan nilai sesuai dengan keyakinannya; (2) Menekankan pada tercapainya tingkat pertimbangan moral yang tinggi sebagai hasil belajar; (3) Menekankan agar anak dapat menggunakan kemampuan berpikir logis dan ilmiah dalam menganalisis ilmiah dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu; (4) Menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan anak agar dapat mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain; dan (5) mengembangkan kemampuan anak dalam melakukan kegiatan sosial serta mendorong anak untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan masyarakat.
Bentuk penyampaian tersebut menunjukkan bahwa sebuah nilai dapat terkonstruksi dan tersebar dengan baik apabila nilai tersebut sering dibicarakan. Baik aturan, penyampaian dilingkungan keluarga dan sekolah. Karena sering diulang dan dibicarakan yang diperkuat dengan kejadian dan fakta, diharapkan nilai itu semakin tertanam kedalam diri anak.
Proses Pelestarian Nilai Sosisal Budaya melalui institusional, nilai sosial melalui sosialilsasi, individu melalui internalisasi, perilaku melalui kontorol, semuanya dilakukan dengan pengawasan dan pada akhirnya adanya ketaatan menjalani segala aturan, konsepsi, norma, menjalankan perintah agama dengan berasal dari kesadaran diri dimana pun dia berada, baik didalam atau diluar pengawasan. Karena merasa pembiasaan tersebut sudah menjadi bagian kesatuan dalam pribadi Si anak.
Maka dari itu untuk lingkungan sekolah karakter manapun, pendidikan nilai sosial dan budaya dalam membentuk nilai-nilai sosial anak adalah penting agar anak dapat memiliki kompetensi sosial (akhlaq) yang kuat, bahkan secara kognitif (prestasi) dan lebih utama secara spiritual keyakinan akan keberadaan Allah yang diwujudkan dengan menjalankan perintanh-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Pendidikan nilai sosial budaya berperan penting dalam upaya mewujudkan kepribadian anak seutuhnya dan dapat menjadi sarana strategis dalam menangkal pengaruh-pengaruh negatif anak.
Lalu dalam penyampaian nilai sosial budaya pada anak media yang paling utama adalah tempat yang paling banyak dihabiskan anak, untuk meniru perilaku orang-orang yang berada dilingkungannya dalam pencitraan diri, baik orang tuanya atau guru sebagai figure-figur yang akan menjadi tauladan dalam mencitrakan diri dan solusi (problem solving) untuk masalah sosial yang dihadapinya, khusus untuk lingkungan keluarga penanaman nilai sosial dan budaya dianggap sebagai tempat pertama dan utama anak mendapatkan pendidikan, sedangkan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam mewariskan, menyebarkan, dan mengkonstruksi nilai-nilai sosial budaya dalam diri anak. Maka dari itu dalam pencapaian tujuan tersebut perlunya kesadaran dan usaha berkelanjutan dalam implementasinya, dalam bentuk program keluarga dan lingkungan masyarakat secara sistematis, terarah dan berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar